Tuntutan membaur. Bersosial terhadap adat dan tradisi. Beradaptasi. Kehidupan saya yang dulu masih dicencang oleh rantai pada leher dan kaki. Kini telah dibebaskan. Dibebaskan melangkah. Sedang yang membebaskan, orang tua, ayah dan ibu, yang mengharapkan langkah saya selalu pada jalan yang benar. Langkah ini tidak sepenuhnya keliru. Tuntutan untuk membaur memang membutuhkan perubahan. Perubahan yang signifikan terakhir belakangan adalah perubahan gaya hidup. Mencoba membaur. Mengikuti alur adat dan tradisi. Merokok.
Salah satu keputusan yang sulit saat mempertimbangkan apakah harus merokok atau teguh pada pendirian yang lalu. Bahkan dulu, pernah saya tuliskan bahwa merokok sama dengan menyampah. Banyak hal negatif dibalik kertas putih bersih yang membalut tembakau. Boros. Tidak menyehatkan. Sampah! Merokok merupakan kegiatan yang sia-sia tak berguna untuk dilakukan. Begitu gagasan dari salah satu teman yang kontra dengan merokok. Namun dibalik itu semua, berteman dengan perokok, sama halnya dengan dia merokok. Bahkan menjadi perokok pasif, tidaklah menyehatkan bagi kesehatan jasmani. Perokok pasif lebih beresiko terhadap kesalahan kesehatan jasmani. Lebih baik menjadi perokok aktif dari pada perokok pasif. Dunia modern dan juga manusia-manusia yang berpikir seakan dia juga modern beranggapan bahwa merokok tiada arti dan filosofi didalamnya. Mereka beranggapan merokok hanya menghasilkan impact negatif. Itu pun tidak jelas, impact negatif untuk jasmani atau rohani. Memang jika membicarakan impact negatif pada kejasmanian manusia bisa benar adanya. Lalu bagaimana dengan impact merokok terhadap kerohanian manusia?!
Takdir. Bicara masalah dunia, memang jika disangkut pautkan dengan takdir, usai sudah. Bukan berarti hubungan merokok dengan takdir juga usai begitu saja. Kaitan merokok memberi impact negatif pada kesehatan, yang seakan juga mengatakan bahwa merokok memperpendek usia. Kita sebagai manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, mempercayai bahwa kehidupan dunia telah ditetapkan saat menjadi janin empat bulan usia kandungan. Harta, tahta, cinta, jabatan dan usia. Semua telah digariskan. Lalu sanggahan tentang merokok memperpendek usia bisa bukan untuk diterima?! Sakit dan mati bukannya termasuk dalam penggarisan tadi?
Salah satu alasan lagi kenapa pada akhirnya ku putuskan menyalakan api pada ujung putung surya 12, menghisap asap, dibiarkan sejenak mengendap lalu menghembuskannya bebas ke udara. Masalah, amanah yang dibuat beban, silih berganti datang. Menjadi mahasiswa. Beridealisme. Tugas dan tanggung jawab. Menjadi pendatang yang dituntut membaur. Sebenarnya batin ini gelut. Bukan berarti antara nafsu dan akal dimenangkan nafsu. Antara logika dan hati nurani logika menjadi juara. Disini, jawaban atas apa saja filosofi dan arti. Impact terhadap rohani dari sebatang rokok akan saya paparkan.
Manungso lahir ora bedo dene mbako sak jumput. Subhanallah
Lan kanti pangucap astaghfirullah.
Tumoto ing ngatase kertas puteh laksono dunyo kebak kolo..
Dilinting.. Allahuakbar..
Digodog ing kawah candrodimuko..
Lan kanti waosan laailahaillallah diseksani langit lan bumi.
Tatag ragane lan sukmane..
Ngurupake geni urip kanti urup bismilllahirroanirrohim..
Nganti pecahing ludiro lan mereme netro sak lawase alhamdulillahirrobbilalamin...
Gusti kang murbeng dumadi sampun nimbali....
~Subkhanul Karim
Ibarat melinting rokok. Manusia sama saja dengan filosofi linting rokok. Lahir bagai tembakau. Manusia berantakan dan kacau, oleh dunia yang menyilaukan mata. Maha suci Allah.. Manusia yang dihipnotis oleh keelokan alam semesta, padahal manusia hanya sebagian terkecil dari jagad raya. Bangga pada dosa. Sombong terhadap kuasa yang keliru. Astaghfirullah, hamba memohon ampun.. Manusia adalah guru. Guru bagi manusia juga. Menata yang kacau dan yang berantakan. Dihadiahkan taubat. Diajari lagi apalah arti dari hidup. Allah maha besar, besar atas kebesarannya. Dibenahi, dibawa pada tempat tertinggi. Dan langit pula bumi menjadi saksi. Tiadalah Tuhan selain Allah. Setelah menjadi manusia sejati. Setelah menjadi murid dari guru sejati. Segala puji hanya bagi Allah.
Merokok seperti sembahyang. Perlu penghayatan. Setiap hisap, endap, dihembus ke atap, harus khusyuk..
“Merokok itu nggak bisa dilakukan sambil terburu-buru. Anda bisa makan, minum, mandi, bepergian, bahkan bekerja, dengan cepat dan tergesa. Tapi tidak untuk merokok. Merokok mesti dilakukan seperti.. mm.. gerakan-gerakan salat. Harus tuma’ninah istilahnya, Mbak. Sedot, tenang, pengendapan sesaat, baru nyebul. Isep lagi, tenang dan pengendapan lagi, sebul lagi. Begitu terus-menerus. Lihat, ngudud sama sekali bukan aktivitas yang cocok untuk orang yang gegabah dan grusa-grusu." Syekh Abu Hayyun
Salah satu artikel di internet, ungkapan diatas sengaja dikutip, dikopi-paste. “Untuk menghabiskan satu batang rokok, rata-rata dibutuhkan 20-25 kali hisapan. Kalau seorang perokok ngudud 10 batang saja setiap hari, artinya minimal ada 200 kali saat jeda tuma’ninah per harinya. Dua ratus kali setiap hari, Mbak! Nah, bayangkan saja jika ia menempuh hidup seperti itu belasan atau bahkan puluhan tahun. Apakah sampeyan yakin yang demikian itu tidak turut membentuk bangunan bawah sadar dan karakter pribadinya?” Tambah beliau pada perbincangan pelik dengan aktivis antirokok..
Juga banyak para pemikir, perumus dan mereka adalah perokok, perokok akut. Sukarno. Para sastrawan-pemikir, mulai Rudyard Kipling, Chairil Anwar, Pramoedya Ananta Toer.. Diceramahi dicocoti, aktivis muda nan nyaman dipandang ngotot bertanya, "Apa bahayanya Syekh?!"
"Yang paling berbahaya dari seorang perokok bukanlah paru-paru atau jantungnya, melainkan pikiran-pikirannya.” Lugas Syekh..
Merokok bukan sekedar saat budrek saja, ya, seperti sembahyang. Tenang. Berfilosofi penuh arti. Ini hanya kisah dari hasil riset yang tak disengaja. Bertanya pada perokok juga yang jijik terhadapnya. Belajar dari artikel-artikel yang pro dan kontra. Jelasnya, tidak berarti saya yang sekarang merokok mendoktrinkan untuk merokok. Pilihan, hidup itu pilihan. Ini hanya gagasan saya saja..
No comments:
Post a Comment