Saturday, February 20, 2016

Keluarga Cakra Manggala

Keluarga


Mereka adalah anggota pengurus organisasi mahasiswa pecinta alam Cakra Manggala. Dan saya, saya yang mengambil gambar. Saya, nama saya Akhmad Aulia Rizqi Fauzi. Saya termasuk salah satu yang paling berpengaruh dalam organisasi ini. Dan kali ini, Sabtu, 20 Februari 2015 adalah hari yang sekali lagi menjadi saksi bisu layaknya prasasti namun tergambarkan lewat hasil jepretan kamera, foto. Betapa terbantahnya 14 Februari merupakan hari kasih sayang. Terbukti telah sudah terlewati 6 hari, kasih sayang seperti udara mengisi penuh ruang tamu rumah Ade Ayu Y. Ds. Mruwuk RT/RW 04/01 Kec. Dagangan Kab. Madiun.
Kami bukan sehanya berorganiasi, mengorganisir segala hal berkaitan dengan kepencintaan alaman. Kami berkeluarga. Bukan berarti seayah dan seibu atau hanya seayah dan beda ibu ataupun sebaliknya. Kami dari tanah yang berbeda. Lahir dari rahim suci seorang ibu yang tak sama. Akan tetapi kami satu. Satu visi. Satu tujuan. Adalah sebuah kesatuan keluarga.
Berkumpul di rumah Dek Yay, sapaan akrab Ade Ayu, bukan tanpa alasan. Lewat pesan singkat saya sampaikan untuk berangkat menuju rumahnya pukul 09.00 WIB. Apalah daya, sudah menjadi tradisi, seperti budaya lengket yang melekat. Kata telat selalu menyemat. Saya pun datang pada waktu yang tak tepat. Saya datang kurang lebih jam 12 kurang seperempat. Bukan hanya saya, banyak juga yang datang lambat. Tapi tidak paling lambat atau terlambat. Toleran, tepa salira dan saling memaklumi. Mungkin sibuk tidak hinggap pada mereka yang telah datang terlebih dahulu. So, pernyataan maaf pun diterima.
Sebagai pengurus, yang berarti mengurus. Sudah menjadi tanggung jawab. Kehadiran keluarga Cakra Manggala angkatan ke-3 ini tak lengkap. Beberapa yang lain tak sempat hadir. Rasanya seperti sayur asam kurang garam. Rasanya, untuk mempersiapkan tanggung jawab yang sudah sedekat  5 inchi pandang mata ini tidak pas. Lagi-lagi bertoleran. Asal jangan sampai mati karena toleransi.


Kami orang petang yang membicarakan terang. Kami mencari sebuah solusi dari sebuah permasalahan. Kami manusia. Dan manusia hidup adalah mencari solusi, mencari solusi dari segala permasalahan hidup. Ini hanya sebagian kecil permasalahan. Yang pastinya akan ditemukan sebuah jalan keluar.
Dalam musyawarah mencari terang. Rapat tidak harus melulu di dalam ruang yang hebat. Dengan proyeksi lalu berpresentasi. Tidak! Justru dengan di tempat yang terbuka. Seperti sabana di gunung-gunung. Hijau. Namun sejauh mata memandang, hanya tanaman yang mengsailkan beras yang terlihat. Justru ini seperti menyerap insprirasi dari alam. Meminta bantuan kepada alam. Dan semuanya, perbincangan dari semua yang dibincangkan, semuanya akan kembali lagi berhadapan dengan alam.
Mungkin foto-foto diatas tidak sepenuhnya menggambarkan total kebahagiaan yang sama terjadi saat itu. Iya. Memang tidak semuanya juga bahagia. Sempat terdapat debat hebat, membincangkan pencarian solusi-solusi yang paling terampuh. Tapi justru dengan berseteru itu, kami bisa dilatih berargumen, mempertahankan pendapat dengan alasan-alasan logis sebagai pendukung. Akhirnya, dengan adanya seteru, pemahaman tentang sebuah toleransi semakin dalam dimengerti. Mengalah tidaklah berarti kalah. Bukan mencoba berpikir dengan jalan masing-masing. Tapi jalan bersama yang paling terampuh, teraman dan membahagiakan.
Dan ini baru yang pertama. Waktu berjalan cepat. Cepat mengahabiskan kebahagiaan yang kurang puas. Bukan berarti kurang bersyukur. Syukur kami mengangkasa. Bagaimana tidak. Seandainya ada kata yang lebih dari terima kasih. Sudah berucap kali disampaikan. Terima kasih atas suguhan hangat sederhana namun mewah penuh kesan dan makna. Perbincangan ini belum selesai. Masih ada yang harus diperdebatkan lagi untuk mencari yang terbaik. Pertemuan-pertemuan selanjutnya sudah rindu menunggu.


         Mewah penuh kesan dan makna bukan? Bahagia tidak harus mahal. Tidak harus berlelah mengendara, lalu mendaki gunung hingga puncaknya. Atau menyusuri tepian laut, pantai. Hhm. Sepertinya, slogan untuk keluarga ini bukan “Keluarga Bahagia, Dua Anak Cukup”, tapi, “Keluarga Bahagia Hingga Anak Cucu”.
Akhmad Aulia Rizqi F. Madiun, Sabtu 20 February 2016. 18:49.


Thursday, February 18, 2016

Softskills

Ipk hanya administrasi untuk masuk dunia kerja.
Ilmu berkomunikasi yang baik.
Bekerja sebagai team, teamwork.
Bernegosiasi dengan sopan.
Persaingan dengan rekan kerja yang sehat. Berpolitik tapi tak terlihat jahat.
Tenang dan dengan pikiran dingin dalam menghadapi masalah dan beri solusi terbaik.
Stress bukan berarti meremehkan. Masalah yang datang terkadang hanya perlu untuk ditertawakan.
Kemampuan beradaptasi yang kilat.

Sunday, February 14, 2016

Sumpah Capek

Seminggu ini sumpah capek. Bolak-balik Tegal Madiun pake motor. Pas berangkat, dari Tegal ke Madiun, seharian penuh. Motor ngambek, pengapian error lah, knalpot bocor juga.

Sampe Madiun malem. Kehujanan sedari Boyolali perbatasan Salatiga. Ngga deres banget, lumayan tapi terus ditampari rintik laranya. Di Solo nyaris nyasar, untung ga salah jalan.

Sehari sebelumnya, malem, jam 8 habis isya, pamitan bapak ibu. Berangkat besok pun bisa sebenernya. Tapi tanggung malu udah siap-siap. Sampe Slawi Kota saya sempetin buat cukur rambut. Samping dan belakang doang. Buat bedain tampilan oleh-oleh pulang.

Langsung gas setelas isi bensin 20 ribu di pom Kudaile. Sampe Tegal Kota, pas depan Pantura, motor udah macet. Mbrebet. Padahal ga kena air karbunya. Dikira efek leher knalpot yang baru ganti, coba identifikasi, saya benerin tu knalpot, tapi ngga ngefek. Udah jam 11. Sambil jalan menyusuri pantura pelan-pelan, nyari kopi hitam di Indomaret nyambi rokokan. Mencari tenang di ramai kendaraan berat yang lewat.

Lanjut meski kebacut. Berhenti di pom bensin. Istirahat. Nyuri tidur. Dibangun dengan terpaksa oleh murka pak keamanan, satpam. Masalah sepele. Di pom bensin Suradadi, pom yang cukup besar, tempat istirahat selasar besar. Lebih kecil sepertiga luas aula pada umumnya.

To be contiuned...

Tuesday, February 2, 2016

Rasa Sesal


"Rasa sesal didasar hati diam tak mau pergi..
Haruskah aku lari dari kenatan ini.
Pernah ku mencoba, tuk sembuni
Naun senyummu tetap mengikuti."

Lag, lagu berjudul Yang Terlupaan dari Iwan Fals meski yang ku putar merupakan cove dari Anggia Anggun, berulang kali ku putar, direpeat 1x dari ratusan lagu yang terdaftar di playlist.

Entah darimana legendanya kok ya obat selain obat kimia, p*il k*ita kek atau yang chinese chinese, obat capek. Capek hati, fisik, pikiran dan males gerak, lagu. Iya, kok ya lagu bisa aja jadi obat capek komplikitit tadi.

Tapi sumpah,seruangan diluar kamar kos bau ini kedengeran roke-roke pales ga jelas. Entah apa yang sedang melanda, memerangi seisi ruang hati yang kosong dan terisi sesak. Seperti terjebak, terjebak nafsu asmara, membuat collaps benak.

Cinta. Semua manusia diberi hak untuk mendapatkannya dan memberinya. Namun apa yang salah. Namun, mengapa senyummu tetap mengikuti.

Senyum banyak wanita-wanita hebat pemberi semangat kepadaku yang mulai hidup tak sehat. Iman melarat, keuangan sekarat, kuliah diindikasi berkarat.

Justrulah tuan sendiri yang sampai bisa gila berkurang kasih dan sayang.

Jangan, sebenarnya. Bukankah dilarang, haram! Apalagi keadaan tuan sekarang. Ujung tombak keluarga. Anak lelaki satu-satunya. Kelak pun berkeluarga. Dituntut menjaga nama. Belum lagi sudah berapa banyak buah jangung jika keringat ayah ibu tuan sebiji jagung. Kan masih dibiayai dan pumpung masih mau membiayai. Lihat tuh yang dibidik menyelesaikan misi, bidik misi. Bukan berarti enak dakasih uang eh kuliah juga gratis. Lihat latar belakangnya dulu. Mungkin sudah berhektar-hektar kebun jagung jika keringat orang tua mereka yang dibidik menyelesaikan misi dalam bekerja.

Kudu akeh syukure! Lha maka dari itu. Ingatlah nak. Kalau kau begini, anakmu menjadi karmamu, lho!

Lagian sekarang tuan seorang pemimpin di organisasi. Lha kok aleman, manja sampai gila kurang disayang dan terkasihi.

Ya kalau capek. Ingat raut wajah ibu. Sudah menghitam penuh goresan goresan kasar terik mentari yang memanggang.

"Ayaam.. Ayaaamm, spesial diskon, harga daging lagi turun.." coba bayangin. Meski kenyataannya ngga begitu. Tapi cobal bertepa salira mengkhayalkan lelahnya!

Bapakmu juga sudah capek bolak balik 60km dari rumah ke Bojong. "Pelajaran hari ini kita akhiri sampai disini." Dengan letih berpuasa lelah, bersedih.

Sudahlah. Cinta, rasa nyaman itu jebakan. Apalagi didalam organisasi kan?! Biarkan wanita-wanita hebat yang sempat membuat semangat, mereka minggat dari sanubari hati terdalammu.

Waktunya berjuang. Untuk akhirat, untuk hidup bahagia dunia tanpa melarat.

Ingat ikrar manismu yang dulu! Jangan terhasyut rayu gasyut!