Semester 4 paling menyebalkan. Mengungguli rekor paling menyebalkan semester 3 saat dulu menjalaninya. Yang dahulunya juga telah menaklukan semester sebelumnya.
Kuliah seperti SMA. berangkat sedang mata terbuka. Pulang petang pas malam datang. Setiap hari praktek. Sampai baju kecut, bau apek kombinasi oli, debu tanah yang menempel gara-gara 'ndlongsok, ditambah keringat yang menetes karena nyucinya kurang dibilas.
'Liburan semester 4 cuman kiasan. Hanya namanya saja. 'Libur. Tapi harus memenuhi tuntutan SKS Praktek Kerja Lapangan. Harusnya bisa di sebulan di kampung halaman. Sebulan beneran liburan, entah ke samudra laut, bermalam di pinggiran, atau 'menikmati alam lainnya dengan ngopi di atas awan, gunung.
Tapi tidak. Mungkin, semester 4 ini memang sudah 'disket oleh 'wong nduwuran, supaya tak kaget nanti PKL. Supaya terbiasa bangun pagi, pulang petang pas malam datang. Supaya terbiasa 'kesel. Dan tak hanya 'kesel, tapi juga 'pegel ( : sebal )
Halah! Padahal, meski keseringan berpikir negatifnya dulu dan terusan. Padahal, lulus kuliah, bahagia pas wisuda, belum tentu tenang, pasti gelisah. Lulus, tugas selesai sudah. Mau lanjut kemana? Diterima kerja dimana? Pertanyaan 'hampir sama dengan jawaban yang diinginkan Isroil dan Isrofil di kuburan.
Terus dijalani dengan biasa? Susah! Pasti gelisah! Sampai memikirkannya lelah. Bersyukur? Justru "Nikmat Tuhan mana lagi yang akan kau dustakan?!"
Ya. Beginilah hidup. Banyak sudutnya, liku, lancip, tumpul, tersamar lurusnya. Tuhan adil tanpa kenisbian tentang ujian seberapa dalam kepada hamba-hamba-Nya..
Tulisan Iseng, Berharap Penuh Maghfiroh. Gaya Bahasa Usang, Semoga Bertolak Bosan.
Tuesday, March 29, 2016
Friday, March 25, 2016
Iya, akan memperoleh reaksi yang positif dan 'negatif. Bahkan bisa jadi negatif tanpa sedikitpun persepsi positif. Jika yang kita lakukan 'kebacut.
Tapi yang tidak adil adalah ketika yang kita lakukan 'kebacut dalam hal baik, ada saja komentar yang panas di telinga. Seperti kenisbian hidup benar terasa. Memang hanya Tuhan yang adil. Hanya Tuhan yang maha mengetahui.
Berdasar empat karakter dasar manusia. Sifat-sifat keunikan, lebih dan kurang bisa diubah. Mendekati sempurna. Bukan berarti tidak menjadi diri sendiri, seperti tidak bersyukur, tetapi menjadi lebih baik. Menjadi mendekati sempurna.
Semua butuh proses dan tak selalu bisa dipaksakan. Tidak instan. Kongkalikong pun butuh cerdas dalam berkomunikasi. Pintar bermanis -manis manja. Saling bertahan sampai ada yang tak betah dan pahitnya muntah.
Kembali ke diri kita sendiri. Tapi ingat juga campur tangan Tuhan.
Waroeng Belakang RRI, Warung DOK. Madiun, 25 Maret 2016. 22.25 WIB.
Tapi yang tidak adil adalah ketika yang kita lakukan 'kebacut dalam hal baik, ada saja komentar yang panas di telinga. Seperti kenisbian hidup benar terasa. Memang hanya Tuhan yang adil. Hanya Tuhan yang maha mengetahui.
Berdasar empat karakter dasar manusia. Sifat-sifat keunikan, lebih dan kurang bisa diubah. Mendekati sempurna. Bukan berarti tidak menjadi diri sendiri, seperti tidak bersyukur, tetapi menjadi lebih baik. Menjadi mendekati sempurna.
Semua butuh proses dan tak selalu bisa dipaksakan. Tidak instan. Kongkalikong pun butuh cerdas dalam berkomunikasi. Pintar bermanis -manis manja. Saling bertahan sampai ada yang tak betah dan pahitnya muntah.
Kembali ke diri kita sendiri. Tapi ingat juga campur tangan Tuhan.
Waroeng Belakang RRI, Warung DOK. Madiun, 25 Maret 2016. 22.25 WIB.
Wednesday, March 9, 2016
Bukan Senja, Hanya Fajar
Bukan senja, hanya fajar. Bukan pula gerhana mata dari hari yang pagi tadi hitam sempurna. Foto yang menurut pandang mata berkaca menahan senyum lantaran … , indah. So wild and so pure. Atau, sedang mabuk dua botol cinta.
Fajar mengawali terang. Mengakhiri petang. Menurutmu aku menahan senyum lantaran terluka. Bisa jadi, iya. Dan semoga sejingga fajar, hadirmu ditengah gelap, menuju terang.
Semoga bukan sekedar bualan bocah pandai berlidah lalu dituliskan. Aku senang menulis. Aku suka kau baca. Ku harap, aku yang melebih-lebihkan fakta dengan kefiktifan. Aku bukanlah tulisan yang tak pernah kau baca.
Mungkin banyak yang bosan saat aku bicara. Karena hanya bualan. Omong kosong. Bodoh mencuri hati. Itulah mengpa aku menulis, bahkan hingga alam malas mendengar. Karena tak satupun mendengar, itulah mengapa aku menulis. Dan kamu, objek yang indah untuk ku tuliskan.
Fajar mengawali terang. Mengakhiri petang. Menurutmu aku menahan senyum lantaran terluka. Bisa jadi, iya. Dan semoga sejingga fajar, hadirmu ditengah gelap, menuju terang.
Semoga bukan sekedar bualan bocah pandai berlidah lalu dituliskan. Aku senang menulis. Aku suka kau baca. Ku harap, aku yang melebih-lebihkan fakta dengan kefiktifan. Aku bukanlah tulisan yang tak pernah kau baca.
Mungkin banyak yang bosan saat aku bicara. Karena hanya bualan. Omong kosong. Bodoh mencuri hati. Itulah mengpa aku menulis, bahkan hingga alam malas mendengar. Karena tak satupun mendengar, itulah mengapa aku menulis. Dan kamu, objek yang indah untuk ku tuliskan.
Monday, March 7, 2016
Puisi Sakit Hati
Oleh : Akhmad Aulia Rizqi F
Makan hati, jantung
Dikebiri, secara kimia
Djilatnya tulus, yang tiada harap balas
Ikhlas tiada balas
Puas
Pelan, hancur lebur
Hilang bentuk, remuk
Supaya tunai puncak nafsu
Dicurang, kebaikan palsu
Yang halus, tanpa rasa
Bagai udara
Berkelimpah
Busuk seperti paru-paru
Amis sehalnya darah
Belatung otak udang diatas wadas
Sandiwara keledai
Jatuh goblok sama tempat
Terungkap akibat dari kiblat
Kopi hitam dan ratusan butir gula
Pahit, masam
Tipu khayal manisnya
Cinta
Pembodohan kepercayaan
Ketololan akal
Usai, telah selesai
Pembalasan mengerikan sekedar dendam
Belati vanadium lapis perak
Tusuk empat tulang rusuk dari atas
Dada sebelah kiri
Denyut pengelabu genderang terhenti
Mata darah hitam seperti dosa
Habis tinggal raga penafsu sukma
Makan hati, jantung
Dikebiri, secara kimia
Djilatnya tulus, yang tiada harap balas
Ikhlas tiada balas
Puas
Pelan, hancur lebur
Hilang bentuk, remuk
Supaya tunai puncak nafsu
Dicurang, kebaikan palsu
Yang halus, tanpa rasa
Bagai udara
Berkelimpah
Busuk seperti paru-paru
Amis sehalnya darah
Belatung otak udang diatas wadas
Sandiwara keledai
Jatuh goblok sama tempat
Terungkap akibat dari kiblat
Kopi hitam dan ratusan butir gula
Pahit, masam
Tipu khayal manisnya
Cinta
Pembodohan kepercayaan
Ketololan akal
Usai, telah selesai
Pembalasan mengerikan sekedar dendam
Belati vanadium lapis perak
Tusuk empat tulang rusuk dari atas
Dada sebelah kiri
Denyut pengelabu genderang terhenti
Mata darah hitam seperti dosa
Habis tinggal raga penafsu sukma
Subscribe to:
Posts (Atom)