Thursday, May 26, 2016

HIPOKRITISM

Karya Aulia Rizqi

Mengapa Kau nyaman hidup dalam kepura-puraan?
Topeng,
Kebohongan.
Tidak seidealisme Gie, Pramoedya atau Sastrawan yang Kau gemari,
Chairil Anwar.

Bermuka banyak!
Sok baik, padahal tukang menyungging.
Atau berpolitik?
Mencari menang?
Mencuri keuntungan?
Dengan curang?

Hekhh!
Bukankah akan ada sidang kejujuran di hari hisab?

... Mei 2016,
di Ruang Kelas dengan suasana tak nyaman.

Thursday, May 12, 2016

PUISI KATALIS

Aulia Rizqi

Propaganda buku-buku tokoh pemberontak.
Kaum minoritas yang dibenci. Lantaran tak tunduk.
Mengelak menjadi budak. Kebebasan tak dibenarkan.
Hak-hak dicuri.

Pencucian otak yang berhasil membuat jiwa berontak.
Disertai dari peristiwa faktual membuah dendam berdatangan.

Kebenaran akan suatu hal menjadi nisbi.
Oleh argumen-argumen kaku yang sukar bertoleransi.
Sungkan kerja sama sebab disamping semakin lama hina, pencurian keuntungan tanpa akhir tak berkesudahan sampai fakir.

Idealisme!
Setiap manusia itu merdeka.
Bukan tak niat memberi, namun oleh sebab ketidakadilan.
Sakit hati menggunduk gunung.

Saturday, April 30, 2016

Kobaran Api

Setelah membaca hanya baru sebagian halaman novel tokoh seperti di gambar. Dalam nadi mengalir dendam dan kebencian tentang topeng dan kepura-puraan yang menggoda lidah menyebutak seluruh nama hewan dalam hutan. Ingin melepaskannya lalu membiarkan pena menari liar seperti wanita dengan riasan, cantik dipandang, berkebaya dengan dada terbuka, menggunakan jaipong, lekuk tubuhnya dalam menari dirasuki roh halus. Penanya bergerak dengan nurani.

Berbicara dalam hati, hanya dengan mata bisa dipahami. Menceritakan dan membeberkan tentang kebenaran dan kebijakan yang disalah gunakan. Jujur tanpa basa-basi. Tanpa kenisbian. Meski musti menderita sakit hati.

Huuah, tapi tidak mungkin! Sudah belum bisa lagi untuk sekarang. Seperti di lembar kertas kemuning setelahnya. Cinta!

Wednesday, April 20, 2016

Kopi Hitam Dan Rokok Yang Damai

Kopi hitam dan rokokku hanya sendiri ku habiskan. Pagi ini sepi. Tak ada teman berbincang. Tak seorangpun lawan bicara. Hanya lagu-lagu sedih saja yang ku dengar.

Tapi bukan sesuatu yang merugikan. Meski tak ada angin untuk aku menceritakan seribu gelisah. Aku masih bisa merenung dan menuliskannya. Tentang keresahan.

Apa yang membuat resah? Bukankah setiap kecup di bibir cangkir, rasa kopinya pas? Tidakkah hisap rokok yang dalam, lalu hembusannya terusan begitu damai?

Ya memang, pagi ini mesra meski kekasih jauh dipelataran tempat berbeda. Pagi ini romantis dengan ciuman bibir di secangkir kopi dan hisapan dua batang rokok. Renungan tentang lidah lelah tak bertulang. Lidah yang tak kaku bicara perihal kenisbian hidup. Gerak lidah di kemarin malam. Rontak jiwa!

Apakah pergunjingan menjadi bahan bahasan yang menarik disela 'ngopi dan 'ngrokok? Menurutku tidak! Begitu fakir pemikiran. Nestapa peradaban. Nista pengetahuan.

Kedamaian pagi ini karena tidak adanya hal negatif mengundang dosa yang menjadi topik diskusi. Seharusnya seperti itu. Berkelanjutan. Selalu membicarakan hal baik. Tidak ada angkuh, sombong, sindir, gunjing, sela, cela, hina, bathil, keji, debat.

Bisa bukan? Atau memecah sebuah masalah? Mencari sejari solusi? Bila saja ide? Gagasan? Bukan perihal buruk! Satu persatu kedamaian sejati dari 'ngrokok dan 'ngopi menjadi hakiki. Bukan khayalan, tidak juga mimpi.

Tuesday, April 19, 2016

Cemungut Eya!!

Haduh, ayolah rek.. Kalo bukan kita? Siapa lagi? Iya, saya tau, kita sama sibuknya.. Apasih? Iya, mau Praktek Kerja Lapangan kan? Saya juga kok!

Apalagi? Kuliahnya pulang sore terus ha? Wuhh, apalagi saya rek? Tiap hari lho! Halah! Bullshit kalo alasannya, "Saya nyuci, bersihin kos.". Kalo punya duit banyak ya dilaundry aja. Lha wong saya aja meski ga punya duit yo nyuci kok. Saya juga kan ga punya rumah disini, ngekost disini. Eh, sama ya! Hehe

Mbok ya menggendutkan kesadaran. Jangan ngendutin, "Aku lho udah begini, begitu.". Sumpah, kalo saya sih ya, menurut saya sih ya, saya sama arek-arek yang semangatnya luar biasa ini, ndak ada yang paling cuwapek. Semuanya ndak capek. Kalo emang capek semuanya ya capek.

Jadi, saya bilang, eh nulis gini ya jangan bilang ini sindirin. Positifnya aja yang diambil. Biar, tersenyum, dan "Cemungut Eya-nya hadir!".

So, sekali lagi, kalo bukan kita, siapa lagi?! Saya dan kuliah rek! Saya dan arek-arek semuanya. Cemungut eya rek ya! :-)

Salam hangat dan rindu dariku :*

Ruang Sekretariat UKM.

Friday, April 15, 2016

Yang Cukup Itu Susah

'Ngrokok sambil 'ngopi pagi ini, damai. Setelah lelah membilas, mencuci, di'kucek terus dibilas lagi. Macek di 'boyok rasanya lekas sembuh. Apalagi disambi jaduman.

"Mas Arif terlalu kayaknya kalo capek, Riz.", kata Pak Topan. Dia melirik gendarel pintu yang tak dikunci. Ada sedikit celah, kamarnya gelap terlihat sebagian.

"Ngertiku kemarin nglembur. Tiba'e langsung pulang.". Tambahnya.

"Mangke nek njenengan wangsul, dibekto sekalian mawon Pak, kuncine,".

Kami beradu mengepulkan asap di ruang tengah Kos. Dihadapkan teve berlayar hitam, tidak dinyalakan. Mesra sekali perbincangan menjelang siang itu.

"Njenengan wangsul bibar dzuhur nopo saniki Pak?" Tanyaku melanjut pernyataan yang seperti memerintah sopan.

"Iya, sakjane.. Aku juga mau mbalikin duit, kemarin minjem 50 ribu.".

Kopi sedari mau mencuci pakaian segunung sudah setengah habis. Air masaknya menjelma dingin. Rasanya lebih manis sehabis ku aduk lagi.

"Setelah nikah malah lupanya mudah." Pak Topan menyeringai.

"Apalagi nek udah punya anak, Mas. Tambah susah buat seimbang.", menambahkan.

"Istrinya harus ngalah,". Mungkin maksudnya, alangkah lebih baik kalau kekasih halalnya jadi ibu rumah tangga saja.

"Iya Pak. Juga biar bisa mendidik anaknya nanti." Bersama dengan ku hisap lagi rokokku.

"Tapi, nek terusan 'ngasih waktu buat anak, nanti malah manja anaknya." Timpalku selanjutnya.

"Ya, jangan terlalu to..". Timpalnya baik, dengan tambahan kata "to". Bahasa Jawa, sama dengan kata "lah" dalam bahasa Indonesia. Tapi jika intonasinya salah, akan menguji sabar.

"Cocoknya, ibu rumah tangga kerja sambilan mungkin Pak. Misalnya jualan roti distok ke warung.". Pak Topan mengangguk, mungkin setuju.

"Soalnya ya, kalau suami istri sama-sama kerja, suaminya yang merasa dirugikan.". Aku juga lumayan setuju, batin suaminya mungkin akan bilang, "Kok lauknya beli terus, kapan nih nyobain masakin kekasih.".

Suami juga tak hanya butuh kasih batiniyah. Kasih lahirnya juga perlu. Biar seimbang.

"Istri saya juga sekarang cuman di rumah Mas. Dulu masih kerja.". Pak Topan menginformasikan.

Hhm.. Memang, jadi seimbang itu susah. Jadi seimbang itu fleksibel dengan Si KonTol PanJang, Situasi. Kondisi, Toleransi, Pantauan dan Jangkauan. Seimbang, bisa diartikan cukup. Maksudnya seimbang tugas istri. Mencukupi kebutuhan lahiriyah dan batiniyah suaminya. Cukup atau seimbang berarti merasa sungguh dalam bersyukur.

Perbincangan kami sebentar berhenti. Pak Topan mengambil tas ransel dari kamarnya. Bersiap berkemas pulang. Menunaikan rindu sepekan dengan istrinya.

Telepon genggamku juga berdering. Nadanya nyaring. Memecah suasana hening. Ku ambil dari atas buku "Menjadi Penulis Handal" bersampul kuning.

Seusai pembicaraanku di layang suara. Pak Topan juga mengusaikan persinggahannya. Tas ranselnya kebak. Mempunuk seperti bukit. Mungkin buah tangan untuk anaknya melimpah. Beliau pulang.

"Aku pulang sek Mas."

"Nggeh Pak. Hati-hati.. Salam buat keluarga.". Kataku.

Sunday, April 10, 2016

THE POWER OF WORD

Kata gabungan "merendah hati" dan "merendahkan hati" itu berbeda. Hanya karena bertambah imbuhan -kan pada kata "merendah". Sudah memiliki makna yang tak sama.

Merendahkan seperti halnya meremehkan, menghina dan menginjak hingga berjejak. Merendah, artinya mengecilkan level takabur, kesombongan dan angkuh. Bag siang dan malam makna keduanya.

Menulis itu tak mudah. Yang menjadi objek dari tulisan, bisa senang mabuk kepayang, mungkin bertemakan cinta. Atau bisa malu tak karuan, karena dalam tulisan aib yang diceritakan.

Apalagi berbicara, sebagai manusia 'dewasa. Tak sama tak mudahnya dengan menulis. Berbicara butuh reflek yang lebih cepat dibanding mengetik di papan keyboard, atau di touchscreen smartphone. Menulis masih bisa berpikir disenggang jempol menekan space. Tapi berbicara? Mungkin bisa juga, sambil santai menghembus asap rokok ke udara.

Berbicara butuh tenang. Berpikir itu tidak gampang. Entah menulis atau bicara. Pemilihan kata/word yang disebut diksi. Harus mampu cerdik tak hanya memilih namun juga memilahnya.

Apalagi dalam suatu meja bundar dengan perjamuan rokok dan kopi yang megah mewah. Butuh cara bicara yang wah. Intonasi, jeda, diksi, pandang mata, ekspresi dan mimik wajah, musti tepat dengan apa yang sedang dilontarkan.

Kalau tidak bisa 'nyablak benar seperti yang dilakukan Mbah Sutjiwo Tedjo. Dengan mengkolaborasikan kisah wayang bercerita tentang kebenaran. Itu justru kelebihan tersendiri.

Tetapi kalau tidak bisa, lebih baik tak usah. Karena tawa terjadi bukan karena hal yang ingin dibuat lucu, melainkan lucu karena ingin membuat lucu yang gagal. Tapi belajarlah suapaya tidak serius melulu. Jangan menjadi pendiam yang murung, apalagi ditambah pandangan sinis. Malah dinilai negatif. Pendiam bukan berarti pemurung.

Tapi kalau terlalu 'nyablak juga tak boleh. Yang jadi bukan nyablak, tapi 'maido. 'Nyablak harusnya sebagai penyempurna rasa yang kurang pas seperti dimasakkan. Terlalu nyablak cenderung kepada menjelek-jelekkan. Ini yang menimbulkan penilaian negatif, penjahat.

The Power Of Word. Pemilihan kata atau diksi, entah menulis, bicara. Perlu pembelajaran yang lanjut. Apalagi bicara. Setelah diksi, juga ada aturan bicara berlanjut yang harus dikuasai.

Stasiun Solo Jebres, di dalam gerbong Kereta Api Brantas. Senin, 11 April 2016. 01:59 WIB.

Koleksi Puisi Di Rumah, Terkarya

RUMAH
Karya : Aulia Rizqi

Biar jauh rantau pengemberaanku,
Tiada tempat kembali kecuali tanah dimana mati ku diliangkan.
Tanah bergunduk dengan maesan diujungpun, harapan,
Aku tetap disini, tanah lahir.
Rumah.

***

TUNAI RINDU
Karya : Aulia Rizqi

Pulang menepis kerinduan.
Tersambut hangat pelukan langka.
Sekali setahun, tercepat tidak lebih dari lima kali dua tubuh layu menyatu.
Meski tanpa isak tangis sedu dan rindu.
Batin gelut ini lega, setelah puasa jumpa, tunai tersudahi.

***

PRIBADI TAK 'JANCUK
Karya : Aulia Rizqi

Hidup bernilai sembilan mendekati sempurna.
Tak pernah terjadi di apartemen sepi.
Tak seramai jamuan rokok dan kopi.
Tiga warna buah, tiga jenis kacang juga tiga sajian makan.
Bagaimana tidak 'mbetahi?
Kecuali 'jancuk pribadi diri.

***

RINDU YANG LAIN
Karya : Aulia Rizqi

Dia hanya diam.
Menunggu kabar dari kekasih.
Yang sementara waktu,
Dipisah peraduan tempat yang berbeda.
Dia cuman diam.
Melirik notifikasi telepon pintarnya.
Menunggu tulisan rindu ingin bertemu. Kekasihnya manja..

Teras depan rumah,
16.50 WIB, Minggu, 10 April 2016.

BIJAKSANA CINTA

Karya : Aulia Rizqi
Adaptasi "KABAR ANGIN PAGI HARI" Karya : Sri Wintala Achmad

Berhala cinta, menyembahnya, berlutut dan sujud hingga dahi benjud.
Agama cinta, tak bisa murtad darinya. Terkutuk dicintai dan mencinta.
Nafsu membara. Iman sejati, pikiran dan akal logika sebagai kayu bakar kering.
Maka, jika sakau merindu, ingatlah hal lara hati tentang cemburu.
Rasakan cambuk diselingkuhi sekali, ditetesi air garam pada luka cambukan kedua kali.
Jika cinta menjelma benci yang meraksasa raya. Bayangkan senyum mekarnya daging tulang pelipis.
Mahkota mawar dihinggap kekupu, tak tanggal kelopak kuntum dari tangkainya.
Ingat janji saat merekahnya bibir tipis dan berkata, "Hamba akan tulus setia kepada hanya Tuan dan seakhir usia.".

Gerbong Kereta Api Brantas, Senin, 11 April 2016. 01:41 WIB.

Tuesday, March 29, 2016

Semester 4 paling menyebalkan. Mengungguli rekor paling menyebalkan semester 3 saat dulu menjalaninya. Yang dahulunya juga telah menaklukan semester sebelumnya.

Kuliah seperti SMA. berangkat sedang mata terbuka. Pulang petang pas malam datang. Setiap hari praktek. Sampai baju kecut, bau apek kombinasi oli, debu tanah yang menempel gara-gara 'ndlongsok, ditambah keringat yang menetes karena nyucinya kurang dibilas.

'Liburan semester 4 cuman kiasan. Hanya namanya saja. 'Libur. Tapi harus memenuhi tuntutan SKS Praktek Kerja Lapangan. Harusnya bisa di sebulan di kampung halaman. Sebulan beneran liburan, entah ke samudra laut, bermalam di pinggiran, atau 'menikmati alam lainnya dengan ngopi di atas awan, gunung.

Tapi tidak. Mungkin, semester 4 ini memang sudah 'disket oleh 'wong nduwuran, supaya tak kaget nanti PKL. Supaya terbiasa bangun pagi, pulang petang pas malam datang. Supaya terbiasa 'kesel. Dan tak hanya 'kesel, tapi juga 'pegel ( : sebal )

Halah! Padahal, meski keseringan berpikir negatifnya dulu dan terusan. Padahal, lulus kuliah, bahagia pas wisuda, belum tentu tenang, pasti gelisah. Lulus, tugas selesai sudah. Mau lanjut kemana? Diterima kerja dimana? Pertanyaan 'hampir sama dengan jawaban yang diinginkan Isroil dan Isrofil di kuburan.

Terus dijalani dengan biasa? Susah! Pasti gelisah! Sampai memikirkannya lelah. Bersyukur? Justru "Nikmat Tuhan mana lagi yang akan kau dustakan?!"

Ya. Beginilah hidup. Banyak sudutnya, liku, lancip, tumpul, tersamar lurusnya. Tuhan adil tanpa kenisbian tentang ujian seberapa dalam kepada hamba-hamba-Nya..

Friday, March 25, 2016

Iya, akan memperoleh reaksi yang positif dan 'negatif. Bahkan bisa jadi negatif tanpa sedikitpun persepsi positif. Jika yang kita lakukan 'kebacut.

Tapi yang tidak adil adalah ketika yang kita lakukan 'kebacut dalam hal baik, ada saja komentar yang panas di telinga. Seperti kenisbian hidup benar terasa. Memang hanya Tuhan yang adil. Hanya Tuhan yang maha mengetahui.

Berdasar empat karakter dasar manusia. Sifat-sifat keunikan, lebih dan kurang bisa diubah. Mendekati sempurna. Bukan berarti tidak menjadi diri sendiri, seperti tidak bersyukur, tetapi menjadi lebih baik. Menjadi mendekati sempurna.

Semua butuh proses dan tak selalu bisa dipaksakan. Tidak instan. Kongkalikong pun butuh cerdas dalam berkomunikasi. Pintar bermanis -manis manja. Saling bertahan sampai ada yang tak betah dan pahitnya muntah.

Kembali ke diri kita sendiri. Tapi ingat juga campur tangan Tuhan.

Waroeng Belakang RRI, Warung DOK. Madiun, 25 Maret 2016. 22.25 WIB.

Wednesday, March 9, 2016

Bukan Senja, Hanya Fajar

Bukan senja, hanya fajar. Bukan pula gerhana mata dari hari yang pagi tadi hitam sempurna. Foto yang menurut pandang mata berkaca menahan senyum lantaran … , indah. So wild and so pure. Atau, sedang mabuk dua botol cinta.


Fajar mengawali terang. Mengakhiri petang. Menurutmu aku menahan senyum lantaran terluka. Bisa jadi, iya. Dan semoga sejingga fajar, hadirmu ditengah gelap, menuju terang.

Semoga bukan sekedar bualan bocah pandai berlidah lalu dituliskan. Aku senang menulis. Aku suka kau baca. Ku harap, aku yang melebih-lebihkan fakta dengan kefiktifan. Aku bukanlah tulisan yang tak pernah kau baca.

Mungkin banyak yang bosan saat aku bicara. Karena hanya bualan. Omong kosong. Bodoh mencuri hati. Itulah mengpa aku menulis, bahkan hingga alam malas mendengar. Karena tak satupun mendengar, itulah mengapa aku menulis. Dan kamu, objek yang indah untuk ku tuliskan.

Monday, March 7, 2016

Puisi Sakit Hati

Oleh : Akhmad Aulia Rizqi F

Makan hati, jantung
Dikebiri, secara kimia
Djilatnya tulus, yang tiada harap balas
Ikhlas tiada balas
Puas
Pelan, hancur lebur
Hilang bentuk, remuk
Supaya tunai puncak nafsu
Dicurang, kebaikan palsu
Yang halus, tanpa rasa
Bagai udara
Berkelimpah
Busuk seperti paru-paru
Amis sehalnya darah
Belatung otak udang diatas wadas
Sandiwara keledai
Jatuh goblok sama tempat
Terungkap akibat dari kiblat
Kopi hitam dan ratusan butir gula
Pahit, masam
Tipu khayal manisnya
Cinta
Pembodohan kepercayaan
Ketololan akal
Usai, telah selesai
Pembalasan mengerikan sekedar dendam
Belati vanadium lapis perak
Tusuk empat tulang rusuk dari atas
Dada sebelah kiri
Denyut pengelabu genderang terhenti
Mata darah hitam seperti dosa
Habis tinggal raga penafsu sukma

Saturday, February 20, 2016

Keluarga Cakra Manggala

Keluarga


Mereka adalah anggota pengurus organisasi mahasiswa pecinta alam Cakra Manggala. Dan saya, saya yang mengambil gambar. Saya, nama saya Akhmad Aulia Rizqi Fauzi. Saya termasuk salah satu yang paling berpengaruh dalam organisasi ini. Dan kali ini, Sabtu, 20 Februari 2015 adalah hari yang sekali lagi menjadi saksi bisu layaknya prasasti namun tergambarkan lewat hasil jepretan kamera, foto. Betapa terbantahnya 14 Februari merupakan hari kasih sayang. Terbukti telah sudah terlewati 6 hari, kasih sayang seperti udara mengisi penuh ruang tamu rumah Ade Ayu Y. Ds. Mruwuk RT/RW 04/01 Kec. Dagangan Kab. Madiun.
Kami bukan sehanya berorganiasi, mengorganisir segala hal berkaitan dengan kepencintaan alaman. Kami berkeluarga. Bukan berarti seayah dan seibu atau hanya seayah dan beda ibu ataupun sebaliknya. Kami dari tanah yang berbeda. Lahir dari rahim suci seorang ibu yang tak sama. Akan tetapi kami satu. Satu visi. Satu tujuan. Adalah sebuah kesatuan keluarga.
Berkumpul di rumah Dek Yay, sapaan akrab Ade Ayu, bukan tanpa alasan. Lewat pesan singkat saya sampaikan untuk berangkat menuju rumahnya pukul 09.00 WIB. Apalah daya, sudah menjadi tradisi, seperti budaya lengket yang melekat. Kata telat selalu menyemat. Saya pun datang pada waktu yang tak tepat. Saya datang kurang lebih jam 12 kurang seperempat. Bukan hanya saya, banyak juga yang datang lambat. Tapi tidak paling lambat atau terlambat. Toleran, tepa salira dan saling memaklumi. Mungkin sibuk tidak hinggap pada mereka yang telah datang terlebih dahulu. So, pernyataan maaf pun diterima.
Sebagai pengurus, yang berarti mengurus. Sudah menjadi tanggung jawab. Kehadiran keluarga Cakra Manggala angkatan ke-3 ini tak lengkap. Beberapa yang lain tak sempat hadir. Rasanya seperti sayur asam kurang garam. Rasanya, untuk mempersiapkan tanggung jawab yang sudah sedekat  5 inchi pandang mata ini tidak pas. Lagi-lagi bertoleran. Asal jangan sampai mati karena toleransi.


Kami orang petang yang membicarakan terang. Kami mencari sebuah solusi dari sebuah permasalahan. Kami manusia. Dan manusia hidup adalah mencari solusi, mencari solusi dari segala permasalahan hidup. Ini hanya sebagian kecil permasalahan. Yang pastinya akan ditemukan sebuah jalan keluar.
Dalam musyawarah mencari terang. Rapat tidak harus melulu di dalam ruang yang hebat. Dengan proyeksi lalu berpresentasi. Tidak! Justru dengan di tempat yang terbuka. Seperti sabana di gunung-gunung. Hijau. Namun sejauh mata memandang, hanya tanaman yang mengsailkan beras yang terlihat. Justru ini seperti menyerap insprirasi dari alam. Meminta bantuan kepada alam. Dan semuanya, perbincangan dari semua yang dibincangkan, semuanya akan kembali lagi berhadapan dengan alam.
Mungkin foto-foto diatas tidak sepenuhnya menggambarkan total kebahagiaan yang sama terjadi saat itu. Iya. Memang tidak semuanya juga bahagia. Sempat terdapat debat hebat, membincangkan pencarian solusi-solusi yang paling terampuh. Tapi justru dengan berseteru itu, kami bisa dilatih berargumen, mempertahankan pendapat dengan alasan-alasan logis sebagai pendukung. Akhirnya, dengan adanya seteru, pemahaman tentang sebuah toleransi semakin dalam dimengerti. Mengalah tidaklah berarti kalah. Bukan mencoba berpikir dengan jalan masing-masing. Tapi jalan bersama yang paling terampuh, teraman dan membahagiakan.
Dan ini baru yang pertama. Waktu berjalan cepat. Cepat mengahabiskan kebahagiaan yang kurang puas. Bukan berarti kurang bersyukur. Syukur kami mengangkasa. Bagaimana tidak. Seandainya ada kata yang lebih dari terima kasih. Sudah berucap kali disampaikan. Terima kasih atas suguhan hangat sederhana namun mewah penuh kesan dan makna. Perbincangan ini belum selesai. Masih ada yang harus diperdebatkan lagi untuk mencari yang terbaik. Pertemuan-pertemuan selanjutnya sudah rindu menunggu.


         Mewah penuh kesan dan makna bukan? Bahagia tidak harus mahal. Tidak harus berlelah mengendara, lalu mendaki gunung hingga puncaknya. Atau menyusuri tepian laut, pantai. Hhm. Sepertinya, slogan untuk keluarga ini bukan “Keluarga Bahagia, Dua Anak Cukup”, tapi, “Keluarga Bahagia Hingga Anak Cucu”.
Akhmad Aulia Rizqi F. Madiun, Sabtu 20 February 2016. 18:49.


Thursday, February 18, 2016

Softskills

Ipk hanya administrasi untuk masuk dunia kerja.
Ilmu berkomunikasi yang baik.
Bekerja sebagai team, teamwork.
Bernegosiasi dengan sopan.
Persaingan dengan rekan kerja yang sehat. Berpolitik tapi tak terlihat jahat.
Tenang dan dengan pikiran dingin dalam menghadapi masalah dan beri solusi terbaik.
Stress bukan berarti meremehkan. Masalah yang datang terkadang hanya perlu untuk ditertawakan.
Kemampuan beradaptasi yang kilat.

Sunday, February 14, 2016

Sumpah Capek

Seminggu ini sumpah capek. Bolak-balik Tegal Madiun pake motor. Pas berangkat, dari Tegal ke Madiun, seharian penuh. Motor ngambek, pengapian error lah, knalpot bocor juga.

Sampe Madiun malem. Kehujanan sedari Boyolali perbatasan Salatiga. Ngga deres banget, lumayan tapi terus ditampari rintik laranya. Di Solo nyaris nyasar, untung ga salah jalan.

Sehari sebelumnya, malem, jam 8 habis isya, pamitan bapak ibu. Berangkat besok pun bisa sebenernya. Tapi tanggung malu udah siap-siap. Sampe Slawi Kota saya sempetin buat cukur rambut. Samping dan belakang doang. Buat bedain tampilan oleh-oleh pulang.

Langsung gas setelas isi bensin 20 ribu di pom Kudaile. Sampe Tegal Kota, pas depan Pantura, motor udah macet. Mbrebet. Padahal ga kena air karbunya. Dikira efek leher knalpot yang baru ganti, coba identifikasi, saya benerin tu knalpot, tapi ngga ngefek. Udah jam 11. Sambil jalan menyusuri pantura pelan-pelan, nyari kopi hitam di Indomaret nyambi rokokan. Mencari tenang di ramai kendaraan berat yang lewat.

Lanjut meski kebacut. Berhenti di pom bensin. Istirahat. Nyuri tidur. Dibangun dengan terpaksa oleh murka pak keamanan, satpam. Masalah sepele. Di pom bensin Suradadi, pom yang cukup besar, tempat istirahat selasar besar. Lebih kecil sepertiga luas aula pada umumnya.

To be contiuned...

Tuesday, February 2, 2016

Rasa Sesal


"Rasa sesal didasar hati diam tak mau pergi..
Haruskah aku lari dari kenatan ini.
Pernah ku mencoba, tuk sembuni
Naun senyummu tetap mengikuti."

Lag, lagu berjudul Yang Terlupaan dari Iwan Fals meski yang ku putar merupakan cove dari Anggia Anggun, berulang kali ku putar, direpeat 1x dari ratusan lagu yang terdaftar di playlist.

Entah darimana legendanya kok ya obat selain obat kimia, p*il k*ita kek atau yang chinese chinese, obat capek. Capek hati, fisik, pikiran dan males gerak, lagu. Iya, kok ya lagu bisa aja jadi obat capek komplikitit tadi.

Tapi sumpah,seruangan diluar kamar kos bau ini kedengeran roke-roke pales ga jelas. Entah apa yang sedang melanda, memerangi seisi ruang hati yang kosong dan terisi sesak. Seperti terjebak, terjebak nafsu asmara, membuat collaps benak.

Cinta. Semua manusia diberi hak untuk mendapatkannya dan memberinya. Namun apa yang salah. Namun, mengapa senyummu tetap mengikuti.

Senyum banyak wanita-wanita hebat pemberi semangat kepadaku yang mulai hidup tak sehat. Iman melarat, keuangan sekarat, kuliah diindikasi berkarat.

Justrulah tuan sendiri yang sampai bisa gila berkurang kasih dan sayang.

Jangan, sebenarnya. Bukankah dilarang, haram! Apalagi keadaan tuan sekarang. Ujung tombak keluarga. Anak lelaki satu-satunya. Kelak pun berkeluarga. Dituntut menjaga nama. Belum lagi sudah berapa banyak buah jangung jika keringat ayah ibu tuan sebiji jagung. Kan masih dibiayai dan pumpung masih mau membiayai. Lihat tuh yang dibidik menyelesaikan misi, bidik misi. Bukan berarti enak dakasih uang eh kuliah juga gratis. Lihat latar belakangnya dulu. Mungkin sudah berhektar-hektar kebun jagung jika keringat orang tua mereka yang dibidik menyelesaikan misi dalam bekerja.

Kudu akeh syukure! Lha maka dari itu. Ingatlah nak. Kalau kau begini, anakmu menjadi karmamu, lho!

Lagian sekarang tuan seorang pemimpin di organisasi. Lha kok aleman, manja sampai gila kurang disayang dan terkasihi.

Ya kalau capek. Ingat raut wajah ibu. Sudah menghitam penuh goresan goresan kasar terik mentari yang memanggang.

"Ayaam.. Ayaaamm, spesial diskon, harga daging lagi turun.." coba bayangin. Meski kenyataannya ngga begitu. Tapi cobal bertepa salira mengkhayalkan lelahnya!

Bapakmu juga sudah capek bolak balik 60km dari rumah ke Bojong. "Pelajaran hari ini kita akhiri sampai disini." Dengan letih berpuasa lelah, bersedih.

Sudahlah. Cinta, rasa nyaman itu jebakan. Apalagi didalam organisasi kan?! Biarkan wanita-wanita hebat yang sempat membuat semangat, mereka minggat dari sanubari hati terdalammu.

Waktunya berjuang. Untuk akhirat, untuk hidup bahagia dunia tanpa melarat.

Ingat ikrar manismu yang dulu! Jangan terhasyut rayu gasyut!